Review Buku Sepok 3 - Berani
beda, cerita anak desa. Itulah yang pertama kali muncul di pikiran
saya ketika membaca banyak karya Bang Pay. Dia memang istimewa. Mampu
menghadirkan sesuatu yang sesuai dengan dirinya sendiri. Tak takut
dengan arus pasar yang bisa menghanyutkannya jika terus dikejar. Dia
berdiri dengan warnanya sendiri. Di tengah dominannya warna yang
lain. Karyanya, terutama yang sekarang ini sedang saya baca, Sepok 3,
buku yang jujur bercerita tentang seorang anak desa yang ndeso
di negara orang lain.
Kita
tak akan menemukan sesuatu yang membuta kita kagum karena bahasanya
yang pekat dengan nuansa sastra klasik. Bukan, buku ini bukan tentang
bahasa yang luar biasa pekat itu. Melainkan bahasa yang jujur, bahasa
yang selalu digunakannya setiap hari. Kita pikir kita harus bisa
menggunakan bahasa Indonesia yang baik ketika memutuskan akan menjadi
penulis? Buku Sepok 3 akan menepis itu semua. Cukup jadilah diri
sendiri ketika menulis. Jangan takut dengan apa yang orang lain
pikirkan.
Sepok
3 ini menggunakan bahasa asli, bahasa daerah, bahasa ibu Bang Pay.
Bahasa Melayu Pontianak. Meletop.
Jangan harap akan menemukan bahasa Indonesia yang baik dan benar di
dalam buku ini. Kita akan dibawa terhanyut dengan bahasa Melayu yang
kental dan sangat lugas.
Bahkan anak kecil pun akan bisa menikmati buku ini asalkan dia paham
bahasa Melayu. Apalagi buat yang lahir dan besar di Pontianak. Buku
ini wajib masuk dalam koleksi buku bacaan di rumah.
Buku
ini cocok buat semua umur. Meksipun ada beberapa makian umum yang ada
dalam bahasa Melayu, saya pikir itu adalah cara penulis untuk
menyampaikan dengan cara yang sebenar-benarnya tentang ndesonya
dirinya. Jatuh cintalah
dengan buku ini karena itu akan benar-benar terjadi bahkan baru
beberapa halaman teman-teman akan suka sekali dengan buku ini.
Buku
ini menunjukkan bahwa kita tidak sepok
sendirian. Masih banyak orang lain yang juga sama sepok-nya
dengan kita. Kita saja yang kadang malu untuk mengakui betapa
sepok-nya diri kita.
Penulis berani menunjukkan segala tingkah polah sepok-nya
melalui bukunya. Buku ini memang tentang traveling tapi memberikan
kita sudut pandang yang berbeda. Kita tak akan menemukan tutorial
mendatangi sebuah negara dengan rinci.
Penulis
memainkan perasaan kita melalui tulisan meletopnya.
Ada nilai-nilai moral yang disisipkan dalam setiap cerita, cara
pandang penulis mengenai dunia ini, mengenai manusia dan
kehidupannya. Sepintas ini buku untuk melawak, tapi ketahuilah
sebenarnya ketika kita membacanya, kita sedang membangun jiwa kita.
Membangkitkan sisi luhur yang ada di bagian sudut hati kita sebagai
seorang manusia. Memanusiakan manusia dengan cara yang sangat sepok.
Saya
tak akan kaget jika nantinya kisah dari buku Sepok ini akan diangkat
ke layar lebar. Dunia harus lihat sisi Melayu kita. Budaya kita. Diri
kita. Bahwa kita tak perlu menjadi orang lain. Tak perlu malu ketika
sepok berada di negeri orang.
Saat datang lagi ke kampung halaman mencoba untuk memperbaiki apa
yang kita bisa di tanah kita sendiri.
Buku
ini membuat saya bangga sebagai seorang Melayu dengan segala
kesepokan-nya.
0 komentar:
Posting Komentar